Mengenal Aset Biologis dan Produk Agrikultur

Oleh: Rokky Zaki Vijay
Kepala Seksi Pembinaan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Timur

Akhir November 2020 publik dikejutkan dengan operasi tangkap tangan terkait izin ekspor benih lobster. Benih lobster atau sering juga disebut benur merupakan komoditi kelautan yang memiliki nilai tinggi. Harganya di luar negeri dapat mencapai 150 ribu rupiah per ekor. Lobster sebagai salah satu keanekaragaman hayati jelas menjadi aset yang berharga. Aset berupa makhluk hidup seperti ini pun sebenarnya sudah diakui pemerintah.

Sampai dengan saat ini, perlakuan akuntansi terhadap hewan atau tanaman yang dikuasai oleh baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dicatat sebagai persediaan atau aset tetap lainnya di neraca. Selain itu, hewan dan tanaman juga dicatat sebagai aset ekstrakomptabel yang tidak dilaporkan dalam neraca jika nilainya di bawah nilai minimum kapitalisasi. Hewan dan tanaman ini secara kuantitas jumlahnya cukup banyak dan secara nilai rupiah jumlahnya cukup besar.

Berdasarkan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian 2019 Audited, untuk hewan ternak saja sebagai bagian dari akun Persediaan Lainnya tercatat sebesar 39,9 milyar rupiah. Sedangkan berdasarkan laporan keuangan pemerintah daerah 2019 audited lingkup Kalimantan Timur hewan dan tanaman yang tercatat sebagai persediaan berjumlah 5,7 milyar rupiah.

Penyajian hewan dan tanaman dalam sebagai komponen pos Persediaan maupun Aset Tetap Lainnya di neraca memberikan gambaran adanya celah pengaturan standar mengenai aset biologis, terutama pada produk dari hewan ternak dan tanaman. Berangkat dari pemikiran tersebut, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) mengajukan rancangan standar akuntansi mengenai agrikultur.

Rancangan tersebut sudah sampai pada tahap dengar pendapat (public hearing) yang digelar KSAP belum lama ini. Rancangan membatasi ruang lingkup hanya pada aset biologis dan produk agrikultur. Meskipun terkait erat dengan aset biologis dan produk agrikultur, tanaman produktif dan produk hasil olahan panen tidak masuk dalam pengaturan.

Contoh berikut dapat dapat digunakan untuk lebih memahami keempat istilah di atas. Domba, ikan, dan tanaman padi merupakan aset biologis yang menghasilkan produk agrikultur berupa wol, daging ikan, dan gabah. Tanaman teh, tanaman anggur, dan pohon karet disebut tanaman produktif karena dapat menghasilkan produk agrikultur berupa daun teh, buah anggur, dan getah karet lebih dari satu periode panen. Sedangkan produk hasil olahan panen aset biologis dan tanaman produktif di atas berupa benang, produk olahan ikan, beras, teh, minuman anggur dan produk olahan karet.

Hewan atau tanaman hidup merupakan aset biologis. Namun jika hewan atau tanaman hidup tersebut digunakan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, transportasi, hiburan, rekreasi, kegiatan pengawasan atau kegiatan lainnya yang bukan merupakan aktivitas agrikultur maka dikecualikan dari rancangan standar ini. Aktivitas agrikultur sendiri merupakan pengelolaan transformasi biologis dan hasil panen dari suatu aset biologis yang dilakukan oleh entitas atau pemerintah. Pengelolaan ini dilakukan untuk penjualan, pendistribusian, maupun perubahan menjadi produk agrikultur atau menjadi tambahan aset biologis.

Dengan demikian, perbedaan utama aset biologis dengan aset lainnya seperti aset tetap adalah adanya transformasi biologis. Transformasi biologis terdiri dari proses pertumbuhan, kemunduran (degenerasi), perkembangbiakan, serta produksi dan sesuatu yang menghasilkan perubahan, yang mengakibatkan perubahan kualitatif atau kuantitatif suatu aset biologis seperti wol dari bulu domba dan jagung matang siap panen.

Pertumbuhan ditandai dengan peningkatan kuantitas atau perbaikan kualitas hewan dan tanaman. Contoh, untuk sapi potong terjadi peningkatan berat badan seiring bertambahnya umur sapi. Kemunduran ditandai dengan penurunan kuantitas atau penurunan kualitas hidup hewan atau tanaman. Contoh, sapi perah kualitas susunya menurun atau menjadi sedikit produksi susunya. Perkembangbiakan terjadi karena indukan dapat menghasilkan satu atau lebih anakan karena perkawinan atau vegetatif.

Dalam bahasa keseharian yang lebih mudah dipahami, transformasi biologis berwujud dalam budidaya. Beberapa aktivitas yang termasuk dalam aktivitas agrikultur antara lain peternakan, kehutanan, tanaman semusim atau tahunan, budidaya tanaman perkebunan, budidaya bunga, dan budidaya perikanan, termasuk biota air lainnya seperti rumput laut, mutiara, kerang, terumbu karang, lobster, dan biota sejenis.

Aset biologis dan produk agrikultur diakui jika dan hanya entitas atau dalam hal ini pemerintah mengendalikan aset tersebut. Ikan di laut merupakan suatu contoh aset biologis yang tidak dalam kendali pemerintah. Aset biologis diukur pada saat perolehan awal dan pada tanggal pelaporan sedangkan produk agrikultur pada saat panen. Keduanya dicatat dengan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan. Nilai wajar dapat mengacu pada tarif harga yang ditetapkan pemerintah, biasanya dikelompokkan berdasarkan umur atau kualitas.

Aset biologis akan disajikan dalam dua kategori yaitu belum menghasilkan yang berarti belum dewasa dan yang menghasilkan yang berarti sudah dewasa. Telur/embrio dan benih/kultur jaringan/stek tidak dicatat sebagai aset biologis. Aset biologis akan diklasifikasikan sebagai aset non lancar di neraca. Walaupun demikian terdapat masukan untuk disajikan sebagai aset lancar untuk aset biologis yang memiliki umur kurang dari satu tahun.

Pengungkapan hewan dan tanaman sebagai aset biologis dan produk agrikultur dalam laporan keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah akan membantu pemerintah dalam membuat keputusan sehingga suatu kebijakan menjadi tepat sasaran. Paling tidak terdapat dua manfaat. Pertama, kebijakan ekspor maupun impor terkait hewan dan tanaman serta produk agrikultur dapat lebih terukur sehingga kebutuhan dalam negeri terpenuhi namun tetap memiliki daya saing di luar negeri. Kedua, mendukung food estate, yaitu suatu konsep pengembangan pangan yang dilakukan dengan cara mengintegrasikan pertanian, perkebunan, maupun peternakan di suatu kawasan sebagai program ketahanan pangan nasional.

(Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan organisasi)

Tulisan ini telah diterbitkan di Forum Perbendaharaan, 11 Desember 2020 dan MalutPost, 16 Desember 2020

Posting Komentar

0 Komentar